Postingan

BIG THANKS Mbak Lala

Gambar
A Very Latepost Exactly..... Voilaaa! Remember my Drieendertig  story for Mbak Lala project? Yes. I win that project and get book written by her. really excited for this gift :) Cerpen yang aku buat februari tahun lalu ternyata terpilih diantara pilihan yang lain dan berhak untuk mendapat buku hasil karya Lala Purwono . Penulis indie pertama yang aku tahu. Penulis indie yang sering aku telisik linimasanya. Penulis indie yang memberi inspirasi sejak aku temukan penerbit indie pertama kali @nulisbuku sejak kelas 1 SMA, sekitar 4 tahun lalu. Penulis indie yang mengisi linimasaku dari jaman dia masih lajang sampai menemukan pendampingnya. Dari bukunya yang masih terbitan @nulisbuku dan hanya bisa diperoleh online, kini bisa ditemui di toko buku mana saja. Ah! She is so inspiring! Big Thanks for this gift Mbak Lala! I wish i could be a superb writter like her someday........

Masih untuk dia

Titip dia ya Allah, Jaga dia seperti Engkau menjaga ku Selalu sabarkan dia, Bangunkan dia ketika adzan subuh Mu memanggil. Karena setiap hari hati ingin sekali bertanya, bagaimana ia bisa memulai hari jika melewatkan subuhnya? Ingatkan dia untuk pulang ke rumah saat maghrib Mu berkumandang Dekap dia dalam sujudnya sebelum tidur Biarkan dia terjaga dalam tahajjudnya di malam hari hanya untuk meminta petunjuk Mu. Dan ketika meragu, bisikkan kepada nya untuk segera beristikharah. Karena sungguh aku tidak bisa menjangkaunya Jadikan dia pribadi yang hebat yang bisa menguatkan aku kelak... Jadikan bahunya satu-satunya tempat aku bersandar... Jadikan tangannya satu-satunya yang menghapus air mataku.. Jadikan dekapannya yang paling menenangkan aku.. Jadikan dia Ayah yang hebat bagi anak-anak ku kelak.. Lalu aku mohon, ya Allah.. Kuatkanlah kedua tangannya untuk mencari rizqi Mu.. Jangan ganti senyum manisnya dengan amarah, karena disitulah separuh keku

Looooooooooooooonggggg Time NO See..

Hai Blogger! Apa kabar semua? Hahaha. Lama tak bersua kita. Udah lamaaaaaa bangeeeetttt nggak nulis disini. Udah lamaaaaa draft banyak yang numpuk dan nggak sempet posting karena sibuk cari kuliah. Aih. Pelan-pelan bakal mulai ngisi Verhaal lagi nih. Semoga kemampuan dan kreativitas nulis nggak lenyap gitu aja yah. Hahaha. Salam rindu, Uni

Another Man

Dentingan piano mengalun di sudut ruangan. Semua pasangan di dalam ruangan bernuansa abu-abu ini larut dalam alunan lagu. Berpegangan tangan. Berputar. Bergerak sesuai ritme dan saling melempar senyum kepada pasangannya. Ya. Mereka semua berdansa. Menggamit erat tangan pasangannya. Namun aku di sudut ruangan justru menggamit gelas wine erat-erat. Mencengkeram lebih tepatnya. Kedua retinaku masih memproyeksikan objek yang sama. Wanita dalam balutan gaun anggun berwarna abu-abu dengan rambut coklat tergelung ke atas dan disemat bunga warna peach. Sempurna. Ditambah senyumnya yang merona. Semua semakin memiliki daya tarik bagi retinaku untuk tak henti menikmati. *** Lelaki di sudut ruangan itu terus menatapku tajam. Aku tak bisa mengelak dari tatapannya yang perlahan mulai mencekikku. Namun sepasang tangan yang menggamitku membuat semua itu buyar. "Ada apa?" tanya lelaki yang ada di hadapanku. Dia berhenti membimbingku bergerak seirama alunan lagu. "Ah, nggak. Nggak

(Nggak) Enak Ya...

enak ya.. “enak ya jadi kamu.. banyak yang nungguin buat bersanding disebelahmu” “enak ya jadi kamu.. kalo habis dilepas apa nglepas langsung dapet penggantinya” “enak ya jadi kamu.. tinggal milih mau yang mana” “enak ya jadi kamu.. enak ya jadi.. enak ya.. enak..” STOP!! “APA ENAKNYA?? bikin mereka nunggu itu secara ga langsung kamu udah bikin deadline kapan mereka berlalu dari hidupmu waktu dia bukan tujuanmu” “APA ENAKNYA?? aku cuma pengen satu yang selamanya. capek dilepas apa nglepas terus” “APA ENAKNYA?? milih? memilih berarti menyakiti. apalagi dihadapkan di situasi antara beberapa orang yang punya harapan sama. aku pilih bungkam. takut ada yang tersakiti dan menyakiti” “DIDN’T YOU KNOW? ini mungkin bisa dibilang ‘enak’ bagimu. tapi ‘kadang’ enggak. banyak ketakutan yang menyergap” *** beberapa tahun lalu.. dihadapkan dua pilihan. disaat yakin memilih. telak. ada yang tersakiti dan menyakiti. sejak itu takut kalau berhadapan sa

Drieendertig

Gambar
11.33 Sudah tiga puluh tiga menit dia menemaniku di sudut ruangan. Tanpa rasa bosan dia terus berpangku tangan menatapku lekat-lekat dari kejauhan saat aku menari bertumpu pada ujung-ujung kaki mengikuti irama. Aku kadang juga geli melihatnya saat terkantuk-kantuk di sudut ruangan. Karena kurasa sudah cukup latihan hari ini, kulepas pointe shoes dari kedua kakiku lalu menghampirinya. "Mau kemana kita hari ini?" tanyaku. "Kemana saja. Asal berdua denganmu seharian." jawabnya. "Hahaha. Dasar picisan kamu." sahutku sembari menggamit lengannya dan pergi meninggalkan ruangan itu. Sosok lelaki ini selalu menjadi objek favorit retina. Dia orang yang selalu berhasil membuat tertawa di sela-sela duka yang kadang melanda. Hari ini tepat hari ulang tahunnya yang ke-33. Dan jujur aku belum menyiapkan apapun untuknya. Tiba-tiba langkah kaki kami terhenti di sebuah toko bergaya etnik di ujung jalan. Disana banyak pernak-pernik menarik. Namun dari sudut mata kudapat

di bangku itu

Saat kita masih memakai seragam putih abu-abu. Seusai sekolah usai kita biasa duduk di bangku beton itu. Kamu yang memeluk gitar kesayanganmu. Dan aku yang mendekap erat semua buku-buku mulai dari buku peta dunia sampai kamus bahasa indonesia. Kamu tiba-tiba berujar "Lagi-lagi kamu begitu". "Apa?" jawabku. "Itu" matanya menunjuk pada ponsel yang kugenggam. Ternyata dia melihat sms masa lalu yang masih kusimpan tanpa ragu. "Apasih" ujarku pura-pura tak tahu. Dia, yang merupakan sahabat dari masa kecilku yang selama ini mendengar keluh kesahku, bahkan mengetahui semua seluk beluk kisah cintaku itu mendadak memandang lurus ke arahku. "Berhentilah begitu. Lupakan. Ambil separuh hatimu yang masih tertinggal padanya" ujarnya tanpa beban. Gila. Apa-apaan itu. "Ha? Lalu? Apa yang akan kau lakukan bila kulakukan itu?"  "Menjaganya" sahutnya cepat. Aku tercekat. "Masih saja membuang tenaga menangisinya.